Selamat Datang di Komunitas Beranda Baca

Saling menjaga dengan berbagi, semangat ini yang mendorong dan menginspirasi teman-teman untuk menyatukan diri dalam komunitas beranda baca, dengan berbagai latar belakang pendidikan, ekonomi, suku dan agama dan pekerjaan, teman2 mengelaborasi perbedaan ini menjadi kekuataan untuk melakukan sesuatu bagi sesama anak negeri. Dengan beragamnya latar belakang yang ada, maka kami mencoba mengajak teman-teman dengan konsep “ rekreasi akhir pekan sembari kerja sosial”, sehingga kerja sosial yang dilakukan dapat lebih menyenangkan dan tidak menjadi beban. Menjadi bagian dari solusi bukan bagian dari masalah, adalah motivasi yang selalu didorong oleh teman-teman dikomunitas ini, sekecil apapun peran itu, karena ini adalah upaya kami secara bersama menjaga negeri.

Wednesday, April 25, 2012

Mengajak Anak Menjaga Pulau

Dalam balutan terik matahari, disertai angin pantai yang berhembus lembut, dan laut dengan gradasi warna yang indah, Siang itu sabtu (21/4), setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam dari pelabuhan kayu Bangkoang Kota Makassar, teman-teman Komunitas Beranda Baca sampai di Dermaga Pulau Kodingareng, Kecamatan ujung Tanah, Kota Makassar. Ini refreshing akhir pekan dan kerja sosial. Ala komunitas Beranda Baca.

Hampir sejam anak-anak pulau itu menunggu, di bawah pohon dekat pantai, sabar mereka memperhatikan ke arah laut, memperhatikan dengan serius tiap perahu yang sandar, ditemani dua volunter KBB yang sudah datang lebih dulu ke pulau, mereka menunggu kedatangan rombongan kedua teman2 KBB yang rencananya akan datang siang ini. Terasa betul sengat panas matahari di tepian pantai, tetapi anak-anak itu tetap menghambur senyum yang membuat suasana jadi menyenangkan.

Pantai yang sangat indah, bertepian pasir putih, dengan air yang jernih, beberapa anak terlihat melompat dari dermaga menikmatinya, di sebelah barat, tepat di depan dermaga, yang khusus disediakan sebagai tempat menunggu, beberapa orang tua bercerita sambil melepas penat, sebagian mereka baru saja pulang melaut, rutinitas yang dijalankan setiap hari oleh warga Pulau ini, karena sembilan puluh persen warga di pulau ini adalah nelayan, dan umumnya mereka adalah nelayan tradisional.
Tidak jauh dari dermaga, tepatnya disebelah selatan, sebuah sekolah Menengah Atas (SMA) baru selesai dibangun, hanya ada satu ruangan belajar SMA itu, tidak ada kantor dan yang lainnya, ini adalah tahapan awal pembangunan SMA di Pulau ini, menurut salah seorang Tokoh Masyarakat yang Akrab Di panggil Dg. Gammi “ SMA ini kami bangun untuk menarik respon Pemerintah untuk lebih serius memperhatikan pendidikan di Pulau ini, sehingga ke depannya setelah melihat sekolah ini pemerintah bisa menambah jumlahnya” tuturnya.

Beberapa kapal terus berdatangan, namun belum juga ada tanda-tanda kapal yang ditumpangi teman-teman KBB, kedatangan mereka sedikit terlambat. Karena tidak bisa menumpangi kapal reguler penumpang pulau yang ada. Beberapa teman, terlambat sampai di pelabuhan Kayu Bangkoang Makassar, sehingga kapal-kapal tersebut harus berangkat lebih dulu. Ada 3 kapal sebagai alat transportasi utama yang ada di Pulau ini, Sejahtera, Sinar Harapan dan Cari Kawan, kapal-kapal ini beroperasi setiap hari selama sepekan, dari Kodingareng kapal-kapal ini berangkat Pukul 07.00 pagi, sedangkan dari Makassar berangkat pukul 11.00, dan mereka tidak mentoleransi setiap keterlambatan. Sewa kapal reguler pun terbilang murah Rp. 10.000 untuk sekali perjalanan, sehingga untuk pulang pergi ke Pulau ini penumpang hanya mengeluarkan Biaya Rp. 20.000.

Sekitar pukul 13.20 Kapal kecil yang memuat teman-teman KBB terlihat merapat di Dermaga Kodingareng, anak-anak yang sejak tadi menunggu, dengan cepat berlari mendekat, mereka membantu menurunkan bibit-bibit pohon dari perahu, satu persatu pohon-pohon itu di turunkan, disimpan ke bawah pohon tempat mereka istirahat tadi, selanjutnya setelah semua urusan di dermaga selesai, anak-anak bersama teman-teman membawa pohon-pohon ke rumah Dg, Safa. Yang jaraknya kira 300 meter dari dermaga, di rumah ini juga sekaligus sebagai tempat istirahat selama berada di pulau ini.

Ketika sampai di Rumah Dg. Safa, asap terlihat mengepul dari tempat pembakaran, masih dibaliknya beberapa ikan dan cumi yang ada di atas besi pembakaran, inilah menu khas yang selalu menyambut kedatangan teman-teman. Di dalam rumah perempuan terlihat sibuk menyiapkan menu lainnya, sambal, menjadi pasangan setia menu ikan bakar, ada juga sayur “bakara” buah sukun, yang menjadi pelengkap nikmatnya makan siang pertama di Pulau ini.

Duduk melingkar sembari menikmati hidangan makan siang, terasa begitu nikmat, ada kebersamaan yang terjadi begitu saja, karena beberapa teman di Komunitas ini belum saling mengenal, namun suasana begitu cair, sehingga setiap orang merasa nyaman untuk mengeluarkan candaan kecil mereka. Acara makan siang berlangsung dengan sangat khidmat, sepertinya melewati perjalanan laut membuat teman-teman lapar, sehingga makan siang ini terasa begitu luar biasa.

Setelah makan siang selesai, sejuknya bawah pohon di depan rumah menjadi tempat peristirahatan, ditemani teh dan kue Joli-Joli, kue khas pulau kodingareng yang terbuat dari beras ketan yang ditumbuk halus, rasanya sangat enak, dan cukup menambah rasa kenyang bagi teman-teman, ditambah dengan perbincangan ringan bersama dg. Safa, tentang kondisi keseharian kehidupan nelayan di pulau ini.
Tidak terasa waktu berlalu, suara adzan ashar berkumandang, beberapa teman bersiap menuju ke mesjid untuk melaksanakan shalat. Mesjid Ar Ridha, adalah mesjid terbesar di kampung ini, ukurannya cukup besar, ada dua lantai, dengan menara yang cukup tinggi, menjadi semakin indah, dengan balutan cat berwarna hijau dan putih, bukan hanya itu, ada hal yang berbeda di pulau ini, setiap kali waktu shalat tiba, antusiasme warga pulau untuk shalat berjamaah di mesjid sangat tinggi, dari anak-anak, anak muda, sampai mereka yang sudah cukup tua terlihat menyesakki mesjid ini.

Ini adalah keberhasilan Jamaah Tabligh, salah satu kelompok islam yang berhasil menumbuhkan semangat ke islaman bagi warga pulau, sejak tahun 2005 lalu, mereka mulai melebarkan sayap Da’wah ke pulau ini, dengan pendekatan dari rumah-rumah kerumah, jamaah tabligh berhasil mengajak warga pulau untuk menjalankan ajaran islam secara baik, sehingga persoalan sosial yang dulunya begitu banyak, perlahan mulai bisa terselesaikan, dari berjudi hingga minum-minuman keras. Inilah salah satu pendekatan yang berhasil merubah kebiasaan masyarakat pulau ini.

Waktu Menunjukan pukul 16.00, sesuai agenda, teman-teman harus segera menuju ke SD Kodingareng, untuk mensosialisasikan kegiatan, yang akan dilaksankan dari sore hingga malam nanti, ada beberapa kegiatan yang akan di lakukan, diantaranya, Penanaman Pohon, Belajar Menggambar dan acara bermain anak, serta pertemuan dengan Tokoh Masyarakat.

Terlihat wajah kegembiraan anak-anak itu, teriakan persahabatan menyambut kedatangan kami, teman dari Komunitas Beranda Baca mengunjungi SD Inpres Kodingareng, satu-satunya Sekolah Dasar yang ada, jumlah siswa di Sekolah ini sekitar 600 orang, jumlah ini cukup banyak, karena anak-anak ini tidak ada pilihan untuk bersekolah di tempat lain.
BERSAMBUNG>>>>>

Masih dalam semangat “ saling menjaga dengan berbagi”, dalam suasana kebersamaan yang hangat, ruang ekspresi yang memberikan keharuan, sangat inspiratif dan begitu aktif, terasa dalam kedatangan Teman-teman KBB kali ini. Inilah langkah kami, menjadi bagian solusi bagi negeri.

Sasliansyah Arfah

Thursday, April 19, 2012

Menjaga Bumi sebagai Rumah Bersama

Gelombang yang berbailk, inilah fenomena di titik kritis, ketika tiba-tiba semua orang tersadar. Bahwa kehidupan bersama dengan alam tempat tinggalnya, mengalami fase yang saling membahayakan.

Dekade keserakahan manusia, seolah menemui Titik Balik (Turning Point), Diawali dengan petaka ekonomi Dunia, yang menjalar pada petaka ekologis, dan berakhir menjadi petaka kemanusiaan, seolah menjadi jalan menuju kehancuran bersama. Dengan bantuan pengetahuan dan teknologi, bangsa manusia menemukan cara untuk melakukan dominasi pada alam. Tidak main-main alampun memberi respon negatif pada usaha penaklukan yang coba manusia lakukan padanya. Eksploitasi manusia dibalas menjadi bencana oleh alam.

Masyarakat Beresiko

Inilah dilema usaha rasional manusia abad ini, ketika Kemajuan berjalan bersama dengan kehancuran. Sehingga Kemudian sosiolog Inggirs Anthony Giddens dan sosiolog jerman Ulrich Beck, memberikan peringatan bahwa saat ini, masyarakat dunia, sedang menuju pada kondisi Masyarakat beresiko, sebuah masyarakat yang sedang mengalami keterancaman, akibat “Kebrutalan” manusia mengejar sumber-sumber penghidupan. Yang mampu memberikan kesejahteraan dan Rasa aman ekonomi, baik di tingkat individu sampai di tingkat Sistem.

The Risk Society, sebuah tesis ilmiah yang menunjukan kesadaran manusia, akan bahaya masa depan bersama, ketika usaha Rasional memberikan dampak yang irasional pada kondisi faktual yang terjadi. Dan hal ini begitu terasa ketika kita masuk ke persoalan lingkungan, yang menjadi isu bersama, pada dekade terakhir ini. Krisis lingkungan global menjadi sebuah ancaman nyata, akan ketidakseimbangan yang terjadi, lebih dari sekedar sebuah trend isu, tapi menuju pada tragedi kemanusiaan.

Berawal dari Antroposentrimse, sebuah pandangan filsafat yang meletakkan manusia pada posisi puncak, yang memberikan legitimasi moral atas tindakan destuktif dan ekpoitatif manusia pada alam. Antroposentisme mengganggap bahwa nilai tertinggi di semesta ini adalah manusia dan kepentingannya. Alam adalah objek dan sarana bagi tercapainya kepuasan kepentingan manusia tersebut, selain itu pandangan antroposentris sangat instrumentalistik, hubungan yang dibangun adalah hubungan instrumental di mana alam hanyalah tempat bagi manusia mengekpresikan keegoisannya, bahwa kepedulian manusia terhadap alam hanyalah bentuk lain dari usaha manusia untuk menjaga sesamanya, dan bukan di maksudkan untuk melindungi alam itu sendiri.

Pandangan antroposentrimse, tidak hanya menjadi sebuah diskursus dalam ruang-ruang intelektual, namun benar-benar menjadi tindakan praksis dan sangat mewarnai corak produksi manusia pada upaya pencapaian kesejahteraan hidupnya, tidak hanya pada komunitas kecil, namun sampai pada tingkat kebijakan Negara. Sehingga cara pandang Antroposentris ini dianggap sebagai biang keladi Krisis ekologi Global, yang mengancam kehidupan seluruh spesies di permukaan bumi ini.

Revolusi Cara pandang

Mungkin kita akan bersepakat, bahwa kehidupan manusia dan alam bukanlah bahan percobaan. Dimana setiap yang salah dan membahayakan, hanya akan kita anggap sebagai bagian dari perjalanan dan pelajaran,  yang harus dilewati dan dimaafkan ketika menimbulkan masalah yang serius. Sebab setiap kehidupan memiliki makna dan nilai. Walaupun derajatnya tentu berbeda sesuai dengan tingkat kedalaman semesta pemaknaan masing-masing kita.

Menetapkan standar etika dan moral bagi manusia dan lingkungan alamnya, menjadi hal yang tidak bisa di tawar-tawar, sebab inilah dasar utama, tindakan manusia yang dapat menjadi benteng penghalang konflik perebutan sumberdaya. Baik ditingkat lokal maupun global. Ada aturan bersama yang sifatnya multidimensional dan multistakeholder. Ada Dimensi Intelektual, Dimensi Moral dan Dimensi Spiritual. Ada berbagai Stakeholder, Masyarakat, Pemerintah, Pengusaha, Akademisi, LSM, Mahasiswa dan lainnya yang terlibat di dalamnya. Agar Etika dan Moral yang dijalankan mampu menjadi payung dan sandaran argumentasi yang bisa berfungsi secara baik untuk melawan hasrat Dominasi manusia pada alam untuk pemenuhan kepentingan manusia an sich.

Membuka wawasan dan pandangan manusia, tentang hubungannya dengan alam, pada gilirannya akan mampu untuk memperbaiki, kekeliruan dan kesalahan yang telah sangat lama dilakukan. Inilah yang coba dilakukan oleh beberapa tokoh penting dalam sejarah lingkungan, mereka memberikan pandangan hidup yang mampu mendorong manusia pada kesadaran bersama, untuk menjaga dan merawat alamnya. Sehingga manusia dan alam bisa hidup dalam suasana harmonis dan seimbang.

Salah satu tokoh yang cukup kita kenal adalah Arne Naess, seorang professor, pendaki gunung, aktivis linkungan serta filosof, yang berasal dari Norwegia, yang memilih untuk melepaskan kegurubesarannya, karena baginya gelar professor dianggap bukanlah pilihan lepas dari isolasi akademis. Dia kemudian memilih melakukan gerakan jalanan dalam bentuk demontrasi dan kampanye-kampanye lingkungan, hingga pada suatu ketika dalam sebuah demonstasi lingkungan di Mardola, dia ditangkap oleh polisi. Belum lagi pada Konfrontasi Alta, yang terjadi di Norwegia (1981), ketika sejumlah penduduk asli bergabung bersama sejumlah aktifis untuk melakukan demostrasi, mereka melakukan perlawanan pada pembangunan jembatan, yang berskala besar, sekitar 600 polisi bentrok dengan sekitar 1000 demostran, dan Arne Naess menjadi salah satu diantara demontran tersebut.

Namun bukan tidak berhenti pada aksi-aksi demostrasi tersebut Arne Naess juga menuliskan beberapa Buku dan Pandangan ekologisnya, salah satu pandangannya yang kemudian sangat berpengaruh adalah Ecology Dalam (Deep Ecology), sebuah teori ekosentrisme, yang memberikan penekanan pada kesamaan antara manusia dan alam, dimana manusia tidak lagi menjadi pusat dan puncak ekologis, bagi Naess ini adalah jalan yang mampu mendamaikan konflik kritis antara manusia dan alam, sebuah pandangan yang mampu menunjukan etika baru pengelolaan lingkungan hidup, dimana keadilan menjadi sentrumnya, bahwa alam dan manusia harus mendapatkan porsi keadilan yang sama, sehingga manusia dan alam dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Selain itu juga Deep ecology menjadi sebuah etika praktis, menjadi landasan gerakan, dimana prinsip moral dan etika lingkungan menjadi aksi nyata dan konkret.

Pandangan ekologis yang berkeadilan ini tentunya menjadi harapan masa depan kehidupan, sebuah harapan yang memberikan kita sebuah jaminan, bahwa bumi yang kita tempati masih bisa menjadi rumah bersama, tempat kita menyemai cita-cita bagi generasi spesies manusia yang akan terus beregenerasi mengisi alam dengan penuh keharmonisan.

oleh : Sasliansyah
Refleksi Peringatan hari bumi, yang jatuh pada tanggal 22 April 2012

Monday, April 16, 2012

Pendidikan Trotoar - Sebuah Paradigma Usang Pendidikan yang Terpinggirkan

Konteks pendidikan di zona globablisasi dimana setiap jengkal tiang-tiang pendidikan berdiri di atas onggokan-onggokan sang tuan tanah, memang tidak akan pernah lepas dari lingkaran rupiah. Wacana pendidikan gratis yang diusung oleh  para calon wakil rakyat dahulu, kini menjadi sebuah realitas di balik layar. Sebagian besar para pemangku kebijakan pendidikan di sekolah-sekolah menjadikan peluang ini sebagai sebuah kail berumpan yang sewaktu waktu dapat menjerat sang napoleon. Pejuang  pendidikan pun menjadi sebuah julukan yang berusaha diraih untuk mengutas rupiah demi rupiah.

Sebagian besar dari Anda mungkin sudah pernah mendengar mengenai Pendidikan Trotoar. Ya, pendidikan trotoar adalah sebuah istilah yang saya cetuskan sebagai bentuk gejolak anak-anak miskin Indonesia yang menjadikan trotoar sebagai bangku  sekolah mereka. Istilah ini sebenarnya sudah sangat lama berada di lingkungan para anak-anak trotoar, walauun kedenganranya adalah sebuah istilah baru, namun dalam pengamatan saya, sejak Indonesia di landa krisis ekonomi pada pertengahan Juli 1997, paradigma  pendidikan trotoar sudah menjadi salah satu bagian dalam paradigma  pendidikan di Indonesia, hanya saja minimya perhatian kepada anak-anak trotoar menjadikan paradigm ini seolah-olah terpinggirkan.
                     
Tidak usah meneropong terlalu luas, di Makassar sendiri, berdasarkan data Dinas Pendidikan Propinsi Sulawesi Selatan terdapat kurang lebih 12.000 anak yang putus sekolah. Angka yang cukup banyak untuk mengisi beberapa sudut trotoar kota Makassar.

Pertanyaan kemudian yang muncul adalah Bagaimana keadaan ini bisa terjadi dan Apa solusinya?  Saya rasa pertanyaan tersebut sudah tervena di benak dan pikiran Anda jauh sebelum Anda membaca tulisan ini. Namun, Bagaimana anak-anak tersebut menjadikan trotoar sebagai tempat mereka menimba ilmu, mungkin adalah sebuah pertanyaan yang terukir di pikiran Anda saat membaca topik  tulisan ini.

Pendidikan, dalam sejarahnya pertama kali dipopulerkan di Indonesia oleh Bapak Ki Hajar Dewantara dan selanjutnya berkembang dari masa ke masa. Tidak sedikit dari kita yang mengetahui mengenai perkembangan sejarah pendidikan di Indonesia. Bias-bias ratusan tahun menjadikan pendidikan hari ini sebagai sebuah kebutuhan primer terlebih bagi anak-anak yang berumur 7 sampai dengan 12 tahun. Namun, masih saja banyak peraturan yang sangat sulit untuk dijalankan dalam memenuhi kebutuhan primer tersebut.

Akibatnya, beberapa dari mereka yang secara ekonomi sangat terbatas dalam pemenuhan kebutuhan primer ini terpaksa tidak dapat mengenyam bangku sekolah seperti layaknya.  “Kapan saja dan di mana saja” tampaknya slogan ini menjadi mindset bagi anak-anak trotoar untuk tetap mendapatkan ilmu pengetahuan.  Jika dilihat di sekitar kita, setiap trotoar yang dilalui tidak pernah luput dari anak-anak trotoar. Sebut saja di Jalan Bawakaraeng, Jalan urip Sumoharjo, Tello, Panaikang, Jalan Ratulangi dan ratusan sudut jalan di kota Makassar kini menjadi hunian nyaman bagi para anak trotoar dan keluarganya.
Tak ayal, di setiap pemberrhentian lampu merah, sering kali mereka mengusik perjalanan kita. Namun tidakkah kita melihat bahwa usikan tersebut adalah sebuah jembatan pendidikan bagi mereka.
 
Bagaimana bisa?  Jika Anda terbiasa memandang dari sisi tingkat intelektual Anda, coba geser busur kacamata Anda ke prinsip dasar belajar dimana “ belajar dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja”. Mencoba menafsirkan sistem pendiidkan yang dianut para anak-anak tortoar yang juga belajar dari lingkungan mereka, mungkin dapat membuat kita sedikit paham akan arti pendidikan untuk mereka.

Bagi mereka yang menggunakan kemampuan vokal dalam mengais rupiah, ini adalah sebuah pendidikan seni yang hanya bisa didapatkan hanya jika mereka mengambil kursus private olah vocal, namun keterbatasan membuat hal ini menjadi tidak mungkin.

Sebagian besar anak-anak trotoar memiliki cara lain dalam mengais rupiah, sebut saja mereka yang diberi  julukan gepeng. Mendengar kata ini, tak satupun sisi positif yang muncul dibenak penilaian masyarakat. Oleh karenanya mari kita membahas dari akar negatifnya. Gepeng adalah mereka yang mengemis dijalanan atau kasarnya”peminta-minta”, yang tidak memiliki  satupun usaha yang dapat mereka lakukan untuk mendapatkan uang dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-ahri. Mengapa demikian? Nihilnya keterampilan, tertutupnya wawasan, semakin susahnya  pemenuhan kebutuhan primer, kurangnya rangkulan pemerintah dan masyarakat serta ketidak jelasan peraturan menjadikan jumlah mereka meledak dari tahun ke tahun. Beranjak dari  sisi negatif di atas,  dapat ditemukan beberapa solusi bagi para gepeng. Tidak mudah memang namun tidak begitu sulit jika kita menjadikan tempat mereka berdomisili sebagai sarana untuk meningkatkan ketarampilan mereka, memberikan sedikit celah untuk membuka wawsasan, memberikan pengetahuan naturiah mengenai alam sebagai sumber utama pemenuhan kebutuhan primer, menyisipkan motivasi kepada masyarakat ditengah-tengah kesibukan sehari-hari Anda  untuk sedikit menyisihkan perhatian buat mereka dan sedikit perduli terhadap peraturan yang terkait dengan mereka.

Lalu di mana letak korelasinya.

Sebagai seorang intelektual yang memahami dengan baik bahwa nasib bangsa ini kedepan ditentukan oleh generasi hari ini, harusnya kita dapat mengkorelasikannya.

Sebuah pendidikan seni bagi anak-anak trotoar, tidaklah berarti bahwa kita harus menyediakan staf pengajar ahli untuk menagajarkan mereka bagaimana megolah  vocal dengan baik atau meningkatkan keterampilan para gepeng tidak pula  berarti bahwa kita harus memfasilitasi mereka dengan segala macam sarana dan prasarana yang memadai.

Dalam sebuah pendidikan trotoar, pengalaman mengajarkan segalanya namun tidak perilaku dan tidak pula kemampuan standar. Dengan memberikan pengetahuan formal, setidaknya mereka mendapatkan sedikit celah wawasan yang menjadikan  mereka intelektual muda jalanan. Banyak cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah menyumbangkan buku-buku bekas yang kita miliki dan menyalurkannya ke sudut-sudut kota yang menurut cermat kita adalah sebuah “Jendela Dunia” bagi anak-anak trotoar.

Tanggungjawab ini berada di genggaman kita sebagai sebuah amanah yang terkandung dalam Undang-undang dasar 1945 untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.Sebuah istilah popular menyebutkan bahwa kalau bukan kita, siapa lagi, kalau bukan sekarang, kapan lagi, seertinya menjadi sebuah cermin perwujudan nyata bahwa kita, bangsa Indonesia memanglah sebuah ke- bhinekaan.

Pendidikan Trotoar
“Sebuah Paradigma Usang Pendidikan yang Terpinggirkan”


Oleh : Lisda Haryani Hanaruddin
Dosen, Aktivis, Penulis

Saturday, April 7, 2012

Penghijauan di Pulau Kodingareng

Penghijauan di Pulau Kodingareng - GREEN ISLAND ACTION. Terus bergerak dengan hal-hal sederhana, Masih dalam rangkaian kegiatan Komunitas Beranda Baca, Green Island Action, sebuah aksi penghijaun untuk pulau. Kegiatan ini difokuskan di pulau Kodingareng, Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makassar.

Teringat perbincangan dengan Masyarakat disana, katanya, "pulau ini terasa semakin panas, pohon2 besar dan kecil sudah mulai ditebangi, terpaksa kami lakukan, kalau tidak begini kami tidak akan bisa membangun rumah, pulau ini ukurannya terbatas, seh...hingga lahan harus benar-benar dimanfaatkan"...

GREEN ISLAND ACTION
GREEN ISLAND ACTION

Belum lagi pembangunan Infrastruktur Instalasi Listrik Tenaga surya, yang pekerjaanya baru akan dilaksanakan, pohon-pohon sukun besar yang berusia puluhan tahun terpaksa di tebang, karena tdk ada lokasi lain untuk pembangunannya. padahal mnrt seorg teman dari PPLH Puntondo, yang kemarin terlibat dalam kegiatan Komunitas Beranda Baca (KBB), dia mengatakan "pohon sukun bermanfaat utk menjaga stok air tawar, khususnya di daerah pulau, karena pada akar sukun terdapat sejenis enzim yg dapat membuat air asin atau payau menjadi tawar". mungkin efek samping lainnya selain untuk penghijaun sukun juga bisa bermanfaat untuk kebutuhan pangan alternatif, untuk informasi jauh teman-teman bisa mencarinya di google...

Buat teman-teman komunitas atau siapa saja yg membaca ini, dan tertarik utk terlibat, bisa langsung ikut berpartisipasi. kegiatan GREEN ISLAND ACTION akan dilaksanakan pada tanggal 21-22 April 2012, pastinya pada akhir pekan, mungkin bisa sekalian Liburan, karena pulau ini menawarkan keindahan pasir putih dan laut dengan warna hijau dan biru yang eksotik...

Kami sangat mengharap partisipasi dari teman-teman untuk ikut dalam kegiatan Penghijauan di Pulau Kodingareng - GREEN ISLAND ACTION, gak ada loe gak rame

Let's join with us in Green Island Action... Terima kasih....
Contact Person : 085395613325 (icha)

Monday, April 2, 2012

Program Kampanye

 TETAP SEMANGAT, BERSAMA MENJAGA NEGERI

  1. One family one book
  2. Menggalang solidaritas anak sekolah di kota untuk membantu teman mereka di Pulau dengan membangun posko donasi buku dimasing2 sekolah
  3. Mencari Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan yang bisa membantu.