Thursday, April 19, 2012

Menjaga Bumi sebagai Rumah Bersama

Gelombang yang berbailk, inilah fenomena di titik kritis, ketika tiba-tiba semua orang tersadar. Bahwa kehidupan bersama dengan alam tempat tinggalnya, mengalami fase yang saling membahayakan.

Dekade keserakahan manusia, seolah menemui Titik Balik (Turning Point), Diawali dengan petaka ekonomi Dunia, yang menjalar pada petaka ekologis, dan berakhir menjadi petaka kemanusiaan, seolah menjadi jalan menuju kehancuran bersama. Dengan bantuan pengetahuan dan teknologi, bangsa manusia menemukan cara untuk melakukan dominasi pada alam. Tidak main-main alampun memberi respon negatif pada usaha penaklukan yang coba manusia lakukan padanya. Eksploitasi manusia dibalas menjadi bencana oleh alam.

Masyarakat Beresiko

Inilah dilema usaha rasional manusia abad ini, ketika Kemajuan berjalan bersama dengan kehancuran. Sehingga Kemudian sosiolog Inggirs Anthony Giddens dan sosiolog jerman Ulrich Beck, memberikan peringatan bahwa saat ini, masyarakat dunia, sedang menuju pada kondisi Masyarakat beresiko, sebuah masyarakat yang sedang mengalami keterancaman, akibat “Kebrutalan” manusia mengejar sumber-sumber penghidupan. Yang mampu memberikan kesejahteraan dan Rasa aman ekonomi, baik di tingkat individu sampai di tingkat Sistem.

The Risk Society, sebuah tesis ilmiah yang menunjukan kesadaran manusia, akan bahaya masa depan bersama, ketika usaha Rasional memberikan dampak yang irasional pada kondisi faktual yang terjadi. Dan hal ini begitu terasa ketika kita masuk ke persoalan lingkungan, yang menjadi isu bersama, pada dekade terakhir ini. Krisis lingkungan global menjadi sebuah ancaman nyata, akan ketidakseimbangan yang terjadi, lebih dari sekedar sebuah trend isu, tapi menuju pada tragedi kemanusiaan.

Berawal dari Antroposentrimse, sebuah pandangan filsafat yang meletakkan manusia pada posisi puncak, yang memberikan legitimasi moral atas tindakan destuktif dan ekpoitatif manusia pada alam. Antroposentisme mengganggap bahwa nilai tertinggi di semesta ini adalah manusia dan kepentingannya. Alam adalah objek dan sarana bagi tercapainya kepuasan kepentingan manusia tersebut, selain itu pandangan antroposentris sangat instrumentalistik, hubungan yang dibangun adalah hubungan instrumental di mana alam hanyalah tempat bagi manusia mengekpresikan keegoisannya, bahwa kepedulian manusia terhadap alam hanyalah bentuk lain dari usaha manusia untuk menjaga sesamanya, dan bukan di maksudkan untuk melindungi alam itu sendiri.

Pandangan antroposentrimse, tidak hanya menjadi sebuah diskursus dalam ruang-ruang intelektual, namun benar-benar menjadi tindakan praksis dan sangat mewarnai corak produksi manusia pada upaya pencapaian kesejahteraan hidupnya, tidak hanya pada komunitas kecil, namun sampai pada tingkat kebijakan Negara. Sehingga cara pandang Antroposentris ini dianggap sebagai biang keladi Krisis ekologi Global, yang mengancam kehidupan seluruh spesies di permukaan bumi ini.

Revolusi Cara pandang

Mungkin kita akan bersepakat, bahwa kehidupan manusia dan alam bukanlah bahan percobaan. Dimana setiap yang salah dan membahayakan, hanya akan kita anggap sebagai bagian dari perjalanan dan pelajaran,  yang harus dilewati dan dimaafkan ketika menimbulkan masalah yang serius. Sebab setiap kehidupan memiliki makna dan nilai. Walaupun derajatnya tentu berbeda sesuai dengan tingkat kedalaman semesta pemaknaan masing-masing kita.

Menetapkan standar etika dan moral bagi manusia dan lingkungan alamnya, menjadi hal yang tidak bisa di tawar-tawar, sebab inilah dasar utama, tindakan manusia yang dapat menjadi benteng penghalang konflik perebutan sumberdaya. Baik ditingkat lokal maupun global. Ada aturan bersama yang sifatnya multidimensional dan multistakeholder. Ada Dimensi Intelektual, Dimensi Moral dan Dimensi Spiritual. Ada berbagai Stakeholder, Masyarakat, Pemerintah, Pengusaha, Akademisi, LSM, Mahasiswa dan lainnya yang terlibat di dalamnya. Agar Etika dan Moral yang dijalankan mampu menjadi payung dan sandaran argumentasi yang bisa berfungsi secara baik untuk melawan hasrat Dominasi manusia pada alam untuk pemenuhan kepentingan manusia an sich.

Membuka wawasan dan pandangan manusia, tentang hubungannya dengan alam, pada gilirannya akan mampu untuk memperbaiki, kekeliruan dan kesalahan yang telah sangat lama dilakukan. Inilah yang coba dilakukan oleh beberapa tokoh penting dalam sejarah lingkungan, mereka memberikan pandangan hidup yang mampu mendorong manusia pada kesadaran bersama, untuk menjaga dan merawat alamnya. Sehingga manusia dan alam bisa hidup dalam suasana harmonis dan seimbang.

Salah satu tokoh yang cukup kita kenal adalah Arne Naess, seorang professor, pendaki gunung, aktivis linkungan serta filosof, yang berasal dari Norwegia, yang memilih untuk melepaskan kegurubesarannya, karena baginya gelar professor dianggap bukanlah pilihan lepas dari isolasi akademis. Dia kemudian memilih melakukan gerakan jalanan dalam bentuk demontrasi dan kampanye-kampanye lingkungan, hingga pada suatu ketika dalam sebuah demonstasi lingkungan di Mardola, dia ditangkap oleh polisi. Belum lagi pada Konfrontasi Alta, yang terjadi di Norwegia (1981), ketika sejumlah penduduk asli bergabung bersama sejumlah aktifis untuk melakukan demostrasi, mereka melakukan perlawanan pada pembangunan jembatan, yang berskala besar, sekitar 600 polisi bentrok dengan sekitar 1000 demostran, dan Arne Naess menjadi salah satu diantara demontran tersebut.

Namun bukan tidak berhenti pada aksi-aksi demostrasi tersebut Arne Naess juga menuliskan beberapa Buku dan Pandangan ekologisnya, salah satu pandangannya yang kemudian sangat berpengaruh adalah Ecology Dalam (Deep Ecology), sebuah teori ekosentrisme, yang memberikan penekanan pada kesamaan antara manusia dan alam, dimana manusia tidak lagi menjadi pusat dan puncak ekologis, bagi Naess ini adalah jalan yang mampu mendamaikan konflik kritis antara manusia dan alam, sebuah pandangan yang mampu menunjukan etika baru pengelolaan lingkungan hidup, dimana keadilan menjadi sentrumnya, bahwa alam dan manusia harus mendapatkan porsi keadilan yang sama, sehingga manusia dan alam dapat hidup berdampingan dengan harmonis. Selain itu juga Deep ecology menjadi sebuah etika praktis, menjadi landasan gerakan, dimana prinsip moral dan etika lingkungan menjadi aksi nyata dan konkret.

Pandangan ekologis yang berkeadilan ini tentunya menjadi harapan masa depan kehidupan, sebuah harapan yang memberikan kita sebuah jaminan, bahwa bumi yang kita tempati masih bisa menjadi rumah bersama, tempat kita menyemai cita-cita bagi generasi spesies manusia yang akan terus beregenerasi mengisi alam dengan penuh keharmonisan.

oleh : Sasliansyah
Refleksi Peringatan hari bumi, yang jatuh pada tanggal 22 April 2012

0 comments:

Post a Comment